Sabtu, 07 November 2015

MAKALAH KEMAJEMUKAN MASYARAKAT INDONESIA

BAB  I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Bangsa Indonesia  adalah bangsa yang tersebar dari Sabang  sampai Merauke ini, terdiri dari bermacam suku bangsa, budaya, ras dan agama. Disebut juga masyarakat majemuk atau multikultur. Kondisi masyarakat seperti ini jika berjalan serasi dan harmonis akan menciptakan integrasi sosial. Jika tidak, terjadilah disintegrasi sosial atau konflik sosial. Pengaruh kemajemukan masyarakat yang perlu diperhatikan karena dapat menimbulkan konflik sosial adalah munculnya sikap primordial (primordialisme) yang berlebihan dan stereotip etnik.
Indonesia dikenal dengan kemajemukan masyarakat, baik dari sisi etnisitas maupun budaya serta agama dan kepercayaannya. Kemajemukan juga menjangkau pada tingkat kesejahteraan ekonomi, pandangan politik serta kewilayahan, yang semua itu sesungguhnya memiliki arti dan peran strategis bagi masyarakat Indonesia. Meski demikian, secara bersamaan kemajemukan masyarakat itu juga bersifat dilematis dalam kerangka penggalian, pengelo1aan, serta pengembangan potensi bagi bangsa Indonesia untuk menapaki jenjang masa depannya.
Kemajemukan masyarakat Indonesia dapat berpotensi membantu        bangsa Indonesia untuk maju dan berkembang bersama. Sebaliknya, jika kemajemukan masyarakat tersebut tidak dikelola dengan baik, maka akan menyuburkan berbagai prasangka negatif (negative stereotyping) antar individu dan kelompok masyarakat yang akhirnya dapat merenggangkan ikatan solidaritas sosial.
B.      Rumusan Masalah
1.      Apa Defenisi Kemajemukan Masyarakat indonesia?
2.      Jelaskan Macam – macam Kemajemukan masyarakat ?
3.      Apa defenisi Proses Interaksi dan konsolidasi ?
C.      Tujuan
Tujuan pembuatan Makalah ini adalah Untuk Memenuhi salah Satu Tugas Mata kuliah Pengantar Sosiologi serta untuk Menambah wawasan dan ilmu kami tentang pengaruh kemajemukan masyarakat Indonesia.









BAB  II
PEMBAHASAN
2.1       Kemajemukan Masyarakat Indonesia
Istilah Masyarakat Indonesia Majemuk pertama kali diperkenalkan oleh Furnivall dalam bukunya Netherlands India: A Study of Plural Economy (1967), untuk menggambarkan kenyataan masyarakat Indonesia yang terdiri dari keanekaragaman ras dan etnis sehingga sulit bersatu dalam satu kesatuan sosial politik. Kemajemukan masyarakat Indonesia ditunjukkan oleh struktur masyarakatnya yang unik, karena beranekaragam dalam berbagai hal.
Faktor yang menyebabkan kemajemukan masyarakat Indonesia adalah sebagai berikut:
a. Keadaan geografi Indonesia yang merupakan wilayah kepulauan   yang terdiri dari lima pulau besar dan lebih dari 13.000 pulau kecil sehingga hal tersebut menyebabkan penduduk yang menempati satu pulau atau sebagian dari satu pulau tumbuh menjadi kesatuan suku bangsa, dimana setiap suku bangsa memandang dirinya sebagai suku jenis tersendiri.
b. Letak Indonesia diantara Samudra Indonesia dan Samudra Pasifik serta diantara Benua Asia dan Australia, maka Indonesia berada di tengah-tengah lalu lintas perdagangan. Hal ini mempengaruhi terciptanya pluralitas/kemajemujkan agama.
c. Iklim yang berbeda serta struktur tanah di berbagai daerah kepulauan Nusantara ini merupakan faktor yang menciptakan kemajemukan regional.
Seperti yang telah dijelaskan bahwa kemajemukan Indonesia tampak pada perbedaan warga maryarakat secara horizontal yang terdiri atas berbagai ras, suku bangsa, agama, adat dan perbedaan-berbedaan kedaerahan.
Menurut Robertson (1977), ras merupakan pengelompokan manusia berdasarkan ciri-ciri warna kulit dan fisik tubuh tertentu yang diturunkan secara turun temurun.Untuk itu ras yang hidup di Indonesia antara lain Ras Melayu Mongoloid, Weddoid dan sebagainya. Sedangkan untuk suku bangsa / etnis yang tersebar di Indonesia sangatlah beraneragam dan menurut Hildred Geertz di Indonesia terdapat lebih dari 300 suku bangsa, dimana masing-masing memiliki bahasa dan identitas kebudayaan yang berbeda. Dalam kemajemukan agama di Indonesia secara umum agama yang berkembang di Indonesia adalah Islam, Kristen Protestan, Katholik, Hindu, Budha. Selain itu terdapat agama-agama lain seperti Kong Hu Chu, Kaharingan di Kalimantan, Sunda Kawitan (suku Baduy) serta aliran kepercayaan.
           Dengan demikian keanekaragaman tersebut merupakan suatu warna dalam kehidupan, dan warna-warna tersebut akan menjadi serasi, indah apabila ada kesadaran untuk senantiasa menciptakan dan menyukai keselarasan dalam hidup melalui persatuan yang indah yang diwujudkan melalui integrasi.
Ciri-ciri masyarakat majemuk menurut Vandenberg :
           a. Segmentasi ke dalam kelompok-kelompok.
b. Kurang mengembangkan konsensus.
c. Sering mengalami konflik.
d. Integrasi sosial atas paksaan.
e. dominasi suatu kelompok atas kelompok lain
2.2 Pengaruh  Kemajemukan Masyarakat  Indonesia
           Pengaruh kemajemukan masyarakat Indonesia berdasarkan suku bangsa,ras dan agama dapat dibagi atas pengaruh positif dan negatif. Pengaruh positifnya adalah terdapat keanekaragaman budaya yang terjalin serasi dan harmonis sehingga terwujud integrasi bangsa. Pengaruh negatifnya antara lain :
a. Primordial
              Karena adanya sikap primordial kebudayaan daerah, agama dan kebiasaan di masa lalu tetap bertahan sampai kini. Sikap primordial yang berlebihan disebut etnosentris. Jika sikap ini mewarnai interaksi di masyarakat maka akan timbul konflik, karena setiap anggota masyarakat akan mengukur keadaan atau situasi berdasarkan nilai dan norma kelompoknya. Sikap ini menghambat tejadinya integrasi sosial atau integrasi bangsa. Primordialisme harus diimbangi tenggang rasa dan toleransi.
b. Stereotip Etnik
              Interaksi sosial dalam masyarakat majemuk sering diwarnai dengan stereotip etnik yaitu pandangan (image) umum suatu kelompok etnis terhadap kelompok etnis lain (Horton & Hunt). Cara pandang stereotip diterapkan tanpa pandang bulu terhadap semua anggota kelompok etnis yang distereotipkan, tanpa memperhatikan adanya perbedaan yang bersifat individual. Stereotip etnis disalah tafsirkan dengan menguniversalkan beberapa ciri khusus dari beberapa anggota kelompok etnis kepada ciri khusus,seluruhanggotaetnis.
           Dengan adanya beberapa orang dari sukubangsa A yang tidak berpendidikan formal atau berpendidikan formal rendah, orang dari suku lain (B) menganggap semua orang dari sukubangsa A berpendidikan rendah. Orang dari luar suku A menganggap suku bangsanya yang paling baik dengan berpendidikan tinggi. Padahal anggapan itu bisa saja keliru karena tidak semua orang dari sukubangsa di luar sukubangsa A berpendidikan tinggi, banyak orang dari luar sukubangsa A yang berpendidikan rendah. Jika interaksi sosial diwarnai stereotip negatip, akan terjadi disintegrasi sosial. Orang akan memberlakukan anggota kelompok etnis lain berdasarkan gambaran stereotip tersebut. Agar integrasi sosial tidak rusak, setiap anggota masyarakat harus menyadari bahwa selain sukubangsa ada faktor lain yang mempengaruhi sikap seseorang, yaitu pendidikan, pengalaman, pergaulan dengan kelompok lain, wilayah tempat tinggal, usia dan kedewasaan jiwa.
c. Potensi Konflik
              Ciri utama masyarakat majemuk (plural society) menurut Furnifall (1940) adalah kehidupan masyarakatnya berkelompok-kelompok yang berdampingan secara fisik, tetapi mereka (secara essensi) terpisahkan oleh perbedaan-perbedaan identitas sosial yang melekat pada diri mereka masing-masing serta tidak tergabungnya mereka dalam satu unit politik tertentu. Mungkin pendekatan yang relevan untuk melihat persoalan masyarakat majemuk ini adalah bahwa perbedaan kebudayaan atau agama memang potensial untuk mendestabilkan negara-bangsa. Karena memang terdapat perbedaan dalam orientasi dan cara memandang kehidupan ini, sistem nilai yang tidak sama, dan agama yang dianut masing-masing juga berlainan. Perbedaan di dalam dirinya melekat (inherent) potensi pertentangan, suatu konflik yang tersembunyi (covert conflict). Namun demikian, potensi itu tidak akan manifes untuk menjadi konflik terbuka bila faktor-faktor lain tidak ikut memicunya. Dan dalam konteks persoalan itu nampaknya faktor ekonomi dan politik sangat signifikan dalam mendorong termanifestasinya konflik yang tadinya tersembunyi menjadi terbuka.
Furnivall sendiri sudah mensinyalir bahwa konflik pada masyarakat majemuk Indonesia menemukan sifatnya yang sangat tajam, karena di samping berbeda secara horisontal, kelompok-kelompok itu juga berbeda secara vertikal, menunjukkan adanya polarisasi. Artinya bahwa disamping terdiferensiasi secara kelompok etnik agama dan ras juga ada ketimpangan dalam penguasaan dan pemilikan sarana produksi dan kekayaan. Ada ras, etnik, atau penganut agama tertentu yang akses dan kontrolnya pada sumber-sumber daya ekonomi lebih besar, sementara kelompok yang lainnya sangat kurang. Kemudian juga, akses dan kontrol pada sektor politik yang bisa dijadikan instrumen untuk pemilikan dan penguasaan sumber-sumber daya ekonomi, juga tidak menunjukkan adanya kesamaan bagi semua kelompok.
                        Di Kalimantan Barat dan Tengah para perantau Madura yang beragama Islam setahap demi setahap bisa menguasai jaringan produksi dan distribusi ekonomi. Demikian pula dengan orang-orang Bugis-Makassar dan Buton yang umumnya beragama Islam di kawasan Timur Indonesia telah membuat jaringan yang cukup luas dalam sektor ekonomi ini. Termasuk dalam kasus ini adalah orang-orang Cina yang sebagian besar beragama non-Islam yang menguasai sebagian besar sarana dan aset produksi serta jaringan distribusi di kota-kota besar dan menengah Indonesia. Ketika Orde Baru memegang tampuk pemerintahan tampaknya ketimpangan ekonomi dan politik antar kelompok etnik dan ras ini tidak secara sungguh-sungguh dicoba untuk dihapuskan. Malah pemihakan pada kelompok tertentu sangat kentara, sementara kelompok yang lain mengalami proses marjinalisasi. Di sinilah polarisasi antar kelompok masyarakat yang berbeda secara kultural dan agama itu menjadi semakin tajam. Di samping itu, pemerintah dan masyarakat di daerah secara politik betul-betul lemah, tidak memiliki saluran institusional yang memungkinkan kepentingan dan kebutuhan mereka dapat diakomodasi. Di sini sentralisme adalah ciri utama sistem politik negara Orde Baru.
            Memang selama rezim Orde Baru berkuasa konflik itu tidak banyak muncul, kalaupun terjadi ledakannya tidak besar dan akan segera diredam secara represif. Namun pendekatan keamanan itu tidak menghilangkan potensi konflik tersebut, karena akar persoalannya tidak dipecahkan. Hubungan antar kelompok tetap dalam situasi ketegangan, menunggu momen untuk meledak. Karena itu, ketika rezim Orde Baru mulai kehilangan legitimasi dan kemudian jatuh, konflik yang tadinya laten menjadi terbuka.
                        Hal ini dikarenakan, bahwa pengkotakan masyarakat hanya mampu menekan eskalasi konflik dan disharmoni sosial dalam masyarakat, namun ia tidak mampu menghilangkan poensi-potensi konflik yang telah lama dan masih terpendam dalam masyarakat. Konflik dan disharmoni sosial dapat muncul karena mereka, kelompok-kelompok sosial tersebut tetap hidup berdampingan secara fisik dalam suatu komunitas masyarakat. Pembenaran atas ketidaksamaan, pada hakekatnya adalah juga sebentuk pembenaran terhadap adanya potensi potensi konflik dalam masyarakat yang pluralis.
           2.3  Kemajemukan Ras
            Kata ras berasal dari bahasa prancis dan italia, yaitu razza.Pertama kali istilah ini diperkenalkan Franqois Bernier, antropologi prancis untuk mengemukakan gagasan tentang pembedaan manusia berdasarkan kategori atau karakteristik warna kulit dan bentuk wajah.Setelah itu, orang lalu menetapkan hierarki manusia berdasarkan karakteristik fisik atau biologis.
            Berdasarkan karakteristik biologis, pada umumnya manusia dikelompokkan dalam beragai ras.Manusia dibedakan menurut bentuk wajah, rambut, tinggi badan, warna kulit, mata, hidung, dan karakteristik fisik lainnya.Jadi, ras adalah perbedaaan antara manusia menurut atau berdasarkan ciri fisik biologis.Ciri utama pembeda antara ras yaitu ciri alamiah rambut pada badan, warna alami rambut, kulit, dan iris mata, bentuk lipatan penutup mata, bentuk hidung serta bibir, bentuk kepala dan muka, ukuran tinggi badan.
            Ciri-ciri yang menjadi identitas dari ras bersifat objektif atau somatic.Secara biologis, konsep ras selalu dikaitkan dengan pemberian karakteristik seseorang atau sekelompok orang ke dalam suatu kelompok tertentu yang secara genetic memiliki kesamaan fisik, seperti warna kulit, mata, rambut, hidung, atau potongan wajah.Perbedaan seperti itu hanya mewakili factor tampilan luar.
            Semua kelompok ras kurang lebih sama dalam karakteristik fisik yang penting. Meskipun terdapat beberapa pengecualian, perbedaan fisik yang ada hanyalah bersifat kosmetik dan tidak fungsional.Perbedaan fisik pada makhuk manusia sangat sedikit, jika dibandingkan dengan perbedaan fisik yang terdapat pada banyak makhluk hidup lainnya, misalnya anjing dan kuda.
            Kebayakan ilmuwan dewasa ini sependapat bahwa semua kelompok ras termasuk dalam satu rumpun yang merupakan hasil dari suatu proses evolusi, dan semua kelompok ras kurang lebih sama kadar kemiripannya dengan hewan lainnya.
Di dunia ini dihuni berbagai ras. Pada abad ke-19, para ahli biologi membuat klasifikasi ras atas tiga kelompok, yaitu :
·         Kaukasoid
·         Negroid
·         Mongoloid
Adapun ras atau subras yang mendiami kepulauan Indonesia adalah sebagai berikut :
a.       Papua melanesoid yang mendiami wilayah Papua, Aru, dan Kai.
b.      Weddoid yang mendiami daerah Sumatra bagian barat laut.
c.       Malayan Mongoloid yang meliputi Proto Melayu.
d.      Negroid yang mendiami pegunungan Maoke Papua.
e.       Asiatic Mongoloid yang terdiri atas keturunan Tionghoa dan jepang yang tinggal di Indonesia.
f.       Kaukasoid terdiri atas keturunan Belanda, Inggris, keturunan Arab, India, Pakistan yang tinggal di Indonesia.
2.4   Kemajemukan Etnis atau Suku Bangsa
           Koentjaraningrat (1990) menyatakan suku bangsa sebagai kelompok sosial atau kesatuan hidup yang memiliki sistem interaksi yang ada karena kontinunitas dan rasa identitas yang mempersatukan semua anggotanya serta memiliki sistem kepemimpinan sendiri.
           Menurut Narral mendefinisikan etnis adalah sejumlah orang atau penduduk yang memiliki ciri-ciri : secara biologis mampu berkembang biak dan bertahan ,mempunyai nilai-nilai budaya yang sama dan sadar akan rasa kebersamaan dalam suatu bentuk budaya, membentuk jaringan komunikasi dan interaksi sendiri,  menentukan u kelompoknya yang diterima oleh dan dpat dibedakan dari kelompok lain.
           Tampak bahwa etnis berbeda dari ras.Jika pengertian ras lebih didasarkan pada persamaan ciri-ciri fisik yang dimiliki oleh seseorang individu, maka pengertian etnis didasarkan kepada adanya persamaan kebudayaan dalam kelompok masyarakat tersebut.
           Secara etnik, bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk dengan jumlah etnik yang besar.Mengenai jumlah suku bangsa yang ada di Indonesia telah dikemukakan oleh para ahli.Esser, Berg dan Sutan Takdir Alisyahbana memperkirakan ada 200-250 suku bangsa.MA, Jaspan mengemukakan ada 366 suku bangsa.Koentjaraningrat memperkirakan ada 195 suku bangsa.Hildred Geertz menyatakan lebih dari 300 suku bangsa dengan identitas budayanya sendiri.William G. Skinner memperkirakan ada 35 suku bangsa dalam arti lingkungan hukum adat.
           Di Indonesia, istilah kelompok etnis dapat disamaartikan dengan suku bangsa, di samping ada pula yang menyebutkan dengan golongan etnis. Misal : golongan etnis Tionghoa.
Suku yang berkembang di Indonesia ada yang memiliki tingkat peradaban yang telah maju dan mampu berbaur dengan suku bangsa lain. Di samping itu juga masih dijumpai suku bangsa atau masyarakat terasing.Masyarkat terasing merupakan suku bangsa yang terisolasi dan masih hidup dari berburu, meramu atau berladang padi, umbi-umbian dengan system lading berpindah.Masyarakat ini terhambat dari perubahan dan kemajuan karena isolasi geografi atau upaya yang disengaja untuk menolak bentuk perubahan kebudayaan.

2.5   Kemajemukan Agama
Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat religius (agamis). Kesetiaan dan kepatuhan nilai hidup religius atau keagamaan menjadi jiwa atau semangat dasar sumber inspirasi, motivasi, dan tonggak pedoman arah bagi manusia dalam menentukan dan mengambil sikap yang tepat dan benar terhadap setiap perkembangan dan kemajuan yang ada. Agama-agama di Indonesia, melalui doktrin-doktrin imannya mengajarkan bahwa dalam hubungan dengan sesama, manusia senantiasa berusaha menciptakan sebuah relasi sosial yang harmonis dan human. Manusia menjadi sesama bagi orang lain, yang ditunjukan lewat sikap saling menghormati dan menghargai, saling membantu dan melayani serta saling mencintai.
Dalam hubungannya dengan lingkungan sekitar, setiap agama mengajarkan agar manusia senantiasa berusaha mengolah, dan memelihara kelestariannya. Kesalehan hidup religius dan kesetiaan pada komitmen moral menjadi kompas kehidupan bagi manusia Indonesia di tengah amukan dan arus badai masyarakat global. Penghayatan hidup religius yang baik dan benar serta kesetiaan merupakan komitmen moral menjadikan manusia semakin manusiawi dan mampu menilai secara kritis setiap perkembangan dan kemajuan yang ada, serta dapat menentukan sikap yang tepat dan benar dalam situasi tersebut. Dengan demikian tidak dapat tergoda dan tenggelam dalam superioritas dangkal dan mental mencari gampang. Fakta bahwa manusia sering mengalami keterpecahan dan teraleinasi dari diri dan dunianya, merupakan indikasi bahwa orang belum menghayati hidupnya secara baik dan benar sesuai dengan ajaran imannya. Ia belum sanggup mengaktualisasikan visi dan misi dasar keagamaannya.
Kebinekaan agama (Islam, Protestan, Hindu, Budha, Katolik, Konghuchu dan Aliran Kepercayaan Kepada Tuhan Yang Maha Esa.) merupakan kenyataan hidup dalam masyarakat Indonesia. Setiap agama itu mempunyai ajaran dan cara mengungkapkan diri yang berbeda dalam kehidupan konkret, namun semuanya mempunyai satu tujuan, yakni mau membimbing dan menuntun manusia kepada keselamatan. Setiap agama mengajarkan dan menunjukkan kepada manusia jalan keselamatan, lewat ajarannya tentang kebenaran, keadilan dan kasih. Setiap agama melalui doktrin imannya, tidak pernah membenarkan dan mengamini setiap perbuatan dan tindakan manusia yang dapat merugikan dan menghancurkan kehidupan sesama dan lingkungannya. Ia mengajarkan bahwa dalam hubungan dengan sesama, manusia kiranya senantiasa berusaha menciptakan sebuah relasi sosial yang harmonis dan human. Manusia semestinya selalu menjadi sesama orang lain. Hal ini dapat ditunjukkan lewat sikap saling menghormati dan menghargai, saling membantu dan melayani serta saling mencintai. Dalam hubungan dengan lingkungan sekitar, setiap agama mengajarkan agar manusia senantiasa berusaha mengolah, menjaga, dan memelihara kelestariannya, bukan mengeksploitasi dan merusakannya.
Kesetiaan dan kepatuhan menghayati nilai-nilai hidup religius atau keagamaan menjadi jiwa atau semangat dasar, sumber inspirasi, motivasi dan tonggak pedoman arah bagi manusia Indonesia, dalam menentukan dan mengambil sikap yang tepat dan benar terhadap setiap perkembangan dan kemajuan yang ada. Dengan demikian manusia Indonesia tidak terjerumus dan tergiur untuk menikmati tawaran-tawaran kenikmatan dunia yang dangkal, seperti kekuasaan, pangkat, popularitas diri, dan harta kekayaan. Sebaliknya, dengan menghayati nilai-nilai religius atau keagamaan secara baik dan benar, orang justru semakin terbuka dan kritis untuk mengevaluasi dan melihat nilai-nilai luhur yang ada dibalik setiap perkembangan dan kemajuan yang, Juga orang akan semakin peka dan tanggap memperhatikan kehidupan sesama dan kelestarian lingkungan sekitarnya. Dengan demikian manusia tidak kehilangan identitas dan jati dirinya sebagai homo religious dan man for other’s di tengah arus kemajuan tingkat peradabannya sendiri.
2.6   Konsolidasi
Konsolidasi adalah suatu proses penguatan atau peneguhan
keanggotaan Individu atau beberapa kelompok yang berbeda dalam suatu kelompok sosial, melalui tumpang tindih keanggotaan. Struktur sosial yang terkonsolidasi berfungsi untuk menghambat proses intergrasi sosial dalam masyarakat majemuk karena terjadinya penguatan indetitas yang dalam batas – batas tertentu akn mempertajam prasangka antara ras, suku bangsa, agama yang berbeda.
Penajaman prasangka semakin merata apabila ras, suku bangsa, agama yang berbeda terjadi pula perbedaan peluang untuk memperoleh kesempatan dalam pemenuhan kebutuhan hidup melalui proses ekonomi dan memperoleh jabatan atau kekuasaan dalam politik. Sehingga timbul kesenjangan ekonomi dan sosial.
2.7    Interseksi
Interseksi merupakan persilangan atau pertemuan keanggotaan suatu kelompok dari berbagai seksi,baik berupa suku, agama, jenis kelamin, kelas sosial, dan lain-lain dalam suatu masyarakat majemuk.
Struktur sosial yang terinterseksiberfungsi positif terhadap proses integrasi sosial dalam masyarakat majemuk karena memungkinkan orang yang berbeda-beda ras, suku bangsa, agama, maupun dapat saling bergaul dan berinteraksi melalui kelompok – kelompok sosial yang ada. Keanggotaan warga masyarakat dalam kelompok – kelompok sosial yang saling menyilang akan menimbulkan terjadinya loyalitas yang juga saling menyilang. Akibat interseksi kemajemukan masyrakat antara lain :
1.      Meningkatkan solidaritas antar anggota suatu kelompok sosial
2.      Menimbulkan konflik jika perbedaan – perbedan  tersebut semakin tajam
3.      Persilangan suatu anggota kelompok sosial dari berbagai seksi. Interaksi antara satu seksi dengan seksi lainnya dilakukan melalui hubungan ekonomi, sosial dan politik.
a)      Hubungan ekonomi
-       Melalui Perdagangan
-       Melalui perindustrian
b)      Sosial
-       Melalui perkawinan
-       Melalui pendidikan
c)      Politik
-       Hubungan diplomatik atau hubungan negara










BAB  III
PENUTUP
3.1       Kesimpulan
Istilah masyarakat Indonesia majemuk pertama kali diperkenalkan oleh Furnivall dalam bukunya Netherlands India : A Study of Plural Economy (1967), untuk menggambarkan kenyataan masyarakat Indonesia yang terdiri dari keanekaragaman ras dan etnis sehingga sulit bersatu dalam satu kesatuan sosial politik. Kemajemukan masyarakat Indonesia ditunjukkan oleh struktur masyarakatnya yang unik, karena beranekaragam dalam berbagai hal.
Faktor yang menyebabkan kemajemukan masyarakat Indonesia adalah sebagai berikut :
a.        Keadaan geografi Indonesia yang merupakan wilayah kepulauan.
b.       Letak Indonesia diantara Samudra Indonesia dan Samudra Pasifik serta diantara Benua Asia.
c.        Iklim yang berbeda serta struktur tanah di berbagai daerah kepulauan Nusantara ini merupakan faktor yang menciptakan kemajemukan regional.
Pengaruh kemajemukan masyarakat Indonesia berdasarkan agama, ras dan suku bangsa dapat dibagi atas pengaruh positif dan negatif. Pengaruh positifnya adalah terdapat keanekaragaman budaya yang terjalin serasi dan harmonis sehingga terwujud integrasi bangsa. Pengaruh negatif, munculnya sikap primordial (primordialisme) yang berlebihan yang mewarnai interaksi sosial sehingga muncul disintegrasi atau konflik sosial.
3.2                Saran
Di tengah arus reformasi dewasa ini, agar selamat mencapai Indonesia Baru, maka idiom yang harus lebih diingat-ingat dan dijadikan landasan kebijakan mestinya harus berbasis pada konsep Bhinneka Tunggal Ika. Artinya, sekali pun berada dalam satu kesatuan, tidak boleh dilupakan, bahwa sesungguhnya bangsa ini berbeda-beda dalam satu kemajemukan.
            Dengan demikian keanekaragaman tersebut merupakan suatu warna dalam kehidupan, dan warna-warna tersebut akan menjadi serasi, indah apabila ada kesadaran untuk senantiasa menciptakan dan menyukai keselarasan dalam hidup melalui persatuan yang indah yang diwujudkan melalui integrasi.
Maka, Indonesia Baru yang kita ciptakan itu, hendaknya ditegakkan dengan menggeser perbadaan yang ada dengan mengedepankan keBhinnekaan sebagai strategi integrasi nasional. Namun, jangan sampai kita salah langkah, yang bisa berakibat yang sebaliknya: sebuah konflik yang berkepanjangan.



DAFTAR PUSTAKA

Effendi, Ridwan dan Elly Malihah. (2007) . Pendidikan Lingkungan Sosial Budaya dan Teknologi. Bandung : Yasindo Multi Aspek
Hermawan, Ruswandi dan Kanda Rukandi. (2007). Perspektif Sosial Budaya. Bandung: UPI PRESS
Hermawan, Ruswandi dkk. (2006) . perkembangan masyarakat dan Budaya. Bandung : UPI PRESS
Kuswanto dan Bambang Siswanto. (2003). Sosiologi. Solo: Tiga Serangkai






Makalah Kelompok Sosial Dalam Masyarkat Oleh Cici Mulyani


Kelompok – kolompok sosial
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
“ Pengantar Sosiologi “



Di Susun Oleh :
Nama :
·      Agung Prabowo
·      Cici Mulyani
PRODI :
Ø ADM. BISNIS D3
Semester : I
Dosen Pengasuh :
Nama :
·      Kuteb Syarifuddin, M. Pd. I





SEKOLAH TINGGI ILMU ADMINISTRASI
(STIA) SETIH SETIO MUARA BUNGO
2015-2016



Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-nya dan Sholawat beserta salam tak lupa pula penulis haturkan kepada junjungan kita nabi agung nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita semua dari alam kejahilan ke alam yang terang benderang yang disinari oleh ilmu pengetahuan iman dan islam.Penulis tak lupa pula mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing Bapak Kuteb Syarifuddin M. Pd. I yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan makalah ini. penulis juga mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan makalah yang berjudul “ Kemajemukan ( Diferensiasi Sosial ) ” ini.
Harapan kami, penyusunan makalah ini akan dapat berguna buat saudara/i sekalian yang membacanya. Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu membuat makalah ini, kami pun menerima kritik dan saran dari semua pihak atau saudara/i sekalian demi kemajuan serta kesempurnaan makalah kami.










______________________________________________________________ii




Daftar isi
Kata pengantar .......................................................................................................... ii
Dafatr isi ..................................................................................................................iii

BAB I
ü  Pendahuluan
·       Latar Belakang
·       Rumusan Masalah
·       Tujuan
BAB II
ü  Pembahasan
A.   Pengertian Manusia Sebagai Makhluk Hidup
B.   Kecenderungan Manusia Berkelompok
C.   Defenisi Kelompok Sosial
D.   Macam – macam Kelompok sosial
E.   Masyarakat Desa & Masyarakat Kota
BAB III
ü  Penutupan
·         Kesimpulan
·         Saran
·         Daftar Pustaka





  
______________________________________________________iii

Bab I
Pendahuluan

A.  Latar Belakang
Kelompok sosial adalah himpunan atau kesatuan manusia yang hidup bersama. Ada aksi dan ada reaksi. Pelakunya lebih dari satu. Antara individu dengan individu, individu dengan kelompok dan antara kelompok dengan kelompok. Contoh guru mengajar merupakan contoh kelompok sosial antara individu dengan kelompok.
Kelompok  sosial dapat berupa kelompok sosial primer dan kelompok sosial sekunder. Sedangkan komunikasi sosial dapat secara langsung maupun tidak langsung.Kelompok social primer dengan hubungan langsung apabila tanpa melalui perantara.Misalkan untuk mengenal lebih jauh dari kelompok primer dapat kita lihat yaitu pada keluarga. Sedangkan kelompok sosial primer adalah kelompok besar didasarkan pada kepentingan yang berbeda.  Proses yang membentuk terjadinya kelompok sosial meliputifaktor pendorong timbulnya kelompok sosial dan dasar pembentukan kelompok sosial.
Setiap masyarakat manusia selama hidup pasti mengalami perubahan-perubahan. Perubahan dapat berupa perubahan yang tidak menarik dalam arti kurang mencolok. Ada pula perubahan-perubahan yang pengaruhnya terbatas maupun yang luas, serta ada pula perubahan-perubahan yang lambat sekali, akan tetapi ada juga berjalan dengan cepat.
Perubahan-perubahan hanya dapat ditemukan oleh seseorang yang sempat meneliti susunan dan kehidupan suatu  masyarakat pada suatu waktu dan membandingkannya dengan susunan dan kehidupan masyarakat tersebut pada waktu yang lampau. Perubahan-perubahan masyarakat dapat mengenai nilai-nilai sosial, norma-norma sosial, pola-pola prilaku organisasi, sususnan kelembagaan masyarakat, kekuasaan dan wewenang, kelompok sosial dan sebagainya.
B.  Rumusan Masalah
1.    Apa Defenisi Manusia sebagai Makhluk Hidup  ?
2.    Aapa Defensi Kelompok sosial ?
3.    Apa saja Perbedaan Masyrakat Desa dengan Masyarakat kota ?
C.   Tujuan
Makalah ini dibuat dengan maksud untuk membahas  tentang dorongan yang menyebabkan terbentuknya kelompok sosial, faktor pembentuk kelompok sosial, ciri-ciri kelompok sosial, Manusia sebagai mahkluk hidup yang berkecendrungan berkelompok, dan arti penting hidup berkelompok dalam kelompok sosial. Sehingga dengan pembahasan ini diharapkan mahasiswa dapat semakin luas wawasan dan pengetahuannya, yang akan sangat berguna ketika terjun di dalam masyarakat.

Bab II
Pembahasan

2.1 Pengertian Manusia Sebagai Makhluk Hidup
Telah merupakan pendapat psikologi modern bahwa manusia selain merupakan makhluk biologis yang sama dengan makhluk hidup lainnya, adalah juga mkhluk yang mempunyai sifat-sifat tersendiri yang berbeda dengan makhluk dunia lainnya. Oleh karena itu dalam mempelajari manusia kita harus mempunyai sudut pandang yang khusus pula.
Kita tidak dapat menjadikan manusia hanya sebagai obyek seperti pandangan kaum materialis, tetapi kita juga tidak dapat mempelajari manusia hanya dari kesadarannya saja seperti pandangan kaum idealis. Manusia adalah obyek yang sekaligus juga subyek. E.Cassirer menyatakan bahwa manusia itu adalah “Makhluk Simbolis” dan Plato merumuskan : “Manusia harus dipelajari bukan dalam kehidupan pribadinya, tetapi dalam kehidupan sosial dan kehidupan politiknya. Sedangkan menurut faham filsafat eksistensialisme : “Manusia adalah eksistensi”. Manusia tidak hanya ada atau berada di dunia ini , tetapi ia secara aktif “mengada”.
          Manusia tidak semata-mata tunduk pada kodratnya dan secara pasif menerima keadaanya, tetapi ia selalu secara sadar dan aktif menjadikan ia sesuatu. Proses perkembangan manusia sebagian ditentukan oleh kehendaknya sendiri, berbeda dengan makhluk-makhluk yang lainnya yang sepenuhnya tergantung pada alam. Kebutuhan untuk terus menerus menjadi inilah yang khas manusiawi, dan karena itu pulalah manusia bisa berkarya, bisa mengatur dunia untuk kepentingannya, sehingga timbullah kebudayaan dalam segala bentuknya itu, yang tidak terdapat pada makhluk lainnya. Bentuk-bentuk kebudayaan ini antara lain adalah sistem perekonomian, kehidupan sosial dengan norma-normanya dan kehidupan politik.
2.2  Kecenderungan Manusia Berkelompok
Manusia adalah mahluk sosial. Sosialitas manusia, secara asasi merupakan sesuatu yang tidak dapat ditolak. Manusia hanya dapat berkembangan sebagai manusia seutuhnya hanya bila ia berada dalam kelompok. Karl Marx (Perdue, 1986:312) menyatakan bahwa sociability manusia lebih dari sekedar pengertian bahwa manusia membutuhkan yang lainnya untuk memenuhi kebutuhannya. Marx melihat manusia sebagai human social animal yang dapat berkembang sebagai peribadi dalam kelompok masyarakat.
Dan bahkan kita dapat menggarisbawahi kenyataan ini, bahwa tidak seorangpun manusia berada diluar kelompok sosial.
Seorang individu akan lahir dalam keluarga. Keluarga dalam hal ini merupakan salah satu bentuk dari kelompok sosial. Mungkin saja ada kenyataan bahwa ada individu yang lahir, namun dibuang oleh ibunya yang melahirkan. Peristiwa seperti ini
tidak membuktikan bahwa manusia tidak selalu lahir dalam konteks sosial, tetapi mengafirmasi kenyataan bahwa individu yang akan berkembang di luar konteks keluarga tidak akan pernah berkembang sebagaimana mestinya manusia. Bahkan dalam kenyataan bayi atau individu yang dibuang itu pasti akan menemukan kelurganya yang baru yang bersedia memeliharanya.
Kenyataan bahwa setiap perisitiwa pembuangan seorang individu akan selalu mendapat reaksi negatif dari masyarakat luas, membuktikan sosialitas manusia itu sendiri.
Kelompok sosial (Macionis, 1989:174) pada umumnya didefenisikan sebagai dua atau lebih orang yang memiliki suatu identitas bersama dan yang berinteraksi secara regular. Apapun bentuknya, kelompok Sosial terdiri dari orang-orang yang memiliki kesadaran keanggotaan yang sama yang didasarkan pada pengalaman, loyalitas, dan kepentingan yang sama. Singkatnya mereka sadar tentang individualitas mereka, sebagai anggota dari Kelompok Sosial yang secara spesifik disadari sebagai “kita”.
2.3  Defenisi Kelompok Sosial
Yang dimaksud dengan kelompok sosial adalah suatu kumpulan orang yang saling bekerjasama, saling berinteraksi dan saling menyadari kepentingan antar sesama anggotanya. Atau definisi kelompok sosial yaitu suatu kesatuan sosial yang terdiri dari dua individu ataupun lebih untuk saling berinteraksi. Kelompok dapat diciptakan oleh anggota masyarakat dan kelompok juga dapat memberikan pengaruh pada perilaku anggotanya. Contoh kelompok sosial misalnya jika berdasarkan tempat seperti RT dan RW, jika berdasarkan suatu ikatan darah seperti keluarga, kerabat dan lain-lain.
Adapun penjelasan tentang kelompok sosial menurut beberapa para ahli, yang diantaranya sebagai berikut ini:
Menurut George Homans: Kelompok sosial yaitu kumpulan individu yang melakukan kegiatan, interaksi & memiliki perasaan untuk membentuk suatu keseluruhan yang terorganisasi & berhubungan timbal balik.
Jika menurut Hendropuspito: Kelompok sosial sebagai suatu kumpulan nyata, teratur & tetap dari individu – individu yang melaksanakan peran – perannya secara berkaitan guna mencapai tujuan bersama.
Dan menurut Paul B.Horton & Chester L.Hunt: Kelompok sosial sebagai kumpulan manusia yang memiliki kesadaran akan keanggotaannya & saling berinteraksi.
2.4  Macam – macam Kelompok sosial
Menurut Robert Bierstedt, kelompok memiliki banyak jenis dan dibedakan berdasarkan ada tidaknya organisasi, hubungan sosial antara kelompok, dan kesadaran jenis. Bierstedt kemudian membagi kelompok menjadi empat macam:
• Kelompok statistik, yaitu kelompok yang bukan organisasi, tidak memiliki hubungan sosial dan kesadaran jenis di antaranya. Contoh: Kelompok penduduk usia 10-15 tahun di sebuah kecamatan.
• Kelompok kemasyarakatan, yaitu kelompk yang memiliki persamaan tetapi tidak mempunyai organisasi dan hubungan sosial di antara anggotanya.
• Kelompok sosial, yaitu kelompok yang anggotanya memiliki kesadaran jenis dan berhubungan satu dengan yang lainnya, tetapi tidak terukat dalam ikatan organisasi. Contoh: Kelompok pertemuan, kerabat.
• Kelompok asosiasi, yaitu kelompok yang anggotanya mempunyai kesadaran jenis dan ada persamaan kepentingan pribadi maupun kepentingan bersama. Dalam asosiasi, para anggotanya melakukan hubungan sosial, kontak dan komunikasi, serta memiliki ikatan organisasi formal. Contoh: negara, sekolah.

2.5  Masyarakat Desa & Masyarakat Kota
a.     Masyarakat Desa (Rural Society)
Secara awam masyarakat desa sering diartikan sebagai masyarakat tradisional dari masyarakat primitif (sederhana). Namun pandangan tersebut sebetulnya kurang tepat, karena masyarakat desa adalah masyarakat yang tinggal di suatu kawasan, wilayah, teritorial tertentu yang disebut desa. Sedangkan masyarakat tradisional adalah masyarakat. yang menguasaan ipteknya rendah sehingga hidupnya masih sederhana dan belum kompleks. Memang tidak dapat dipungkiri masyarakat desa dinegara sedang berkembang seperti Indonesia, ukurannya terdapat pada masyarakat desa yaitu bersifat tradisional dan hidupnya masih sederhana, karena desa-desa di Indonesia pada umumnya jauh dari pengaruh budaya asing/luar yang dapat mempengaruhi perubahan-perubahan pola hidupnya.
·         Adapun ciri-ciri masyarakat desa antara lain :
1.    Anggota komunitas kecil
2.    Hubungan antar individu bersifat kekeluargaan
3.    Sistem kepemimpinan informal
4.    Ketergantungan terhadap alam tinggi
5.    Religius magis artinya sangat baik menjaga lingkungan dan menjaga jarak dengan penciptanya, cara yang ditempuh antara lain melaksanakan ritus pada masa-masa yang dianggap penting misalnya saat kelahiran, khitanan, kematian dan syukuran pada masa panen, bersih desa.
6.    Rasa solidaritas dan gotong royong tinggi
7.    Kontrol sosial antara warga kuat
8.    hubungan antara pemimpin dengan warganya bersifat informal
9.    Pembagian kerja tidak tegas, karena belum terjadi spesialisasi pekerjaan
10.  Patuh terhadap nilai-nilai dan norma yang berlaku di desanya (tradisi)
11.  Tingkat mobilitas sosialnya rendah
12.  Penghidupan utama adalah petani.

b.    Masyarakat Perkotaan
Warga belajar--sekalian, Membahas masyarakat perkotaan sebetulnya tidak dapat dipisahkan dengan masyarakat desa karena antara desa dengan kota ada hubungan konsentrasi penduduk dengan gejala-gejala sosial yang dinamakan urbanisasi, yaitu perpindahan penduduk dari desa kekota. Masyarakat perkotaan merupakan masyarakat urban dari berbagai asal/desa yang bersifat heterogen dan majemuk karen terdiri dari berbagai jenis pekerjaan/keahlian dan datang dari berbagai ras, etnis, dan agama.
Mereka datang ke kota dengan berbagai kepentingan dan melihat kota sebagai tempat yang memiliki stimulus (rangsangan) untuk mewujudkan keinginan. Maka tidaklah aneh apabila kehidupan di kota diwarnai oleh sikap yang individualistis karena mereka memiliki kepentingan yang beragam. Lahan pemukiman di kota relatif sempit dibandingkan di desa karena jumlah penduduknya yang relatif besar maka mata pencaharian yang cocok adalah disektor formal seperti pegawai negeri, pegawai swasta dan di sektor non-formal seperti pedagang, bidang jasa dan sebagainya. Sektor pertanian kurang tepat dikerjakan di kota karena luas lahan menjadi masalah apabila ada yang bertani maka dilakukan secara hidroponik. Kondisi kota membentuk pola perilaku yang berbeda dengan di desa, yaitu serba praktis dan realistis.
·         Ciri-ciri masyarakat kota (urban) antara lain :
1.    Kehidupan keagaam berkurang, karena cara berpikir yang rasional dan cenderung sekuler
2.     Sikap mandiri yang kuat  dan tidak terlalu tergantung pada orang lain sehingg cenderung individualistis
3.    Pembagian kerja sangat jelas dan tegas berdasarkan tingkat kemampuan/ keahlian
4.    Hubungan antar individu bersifat formal dan interaksi antar warga berdasarkan kepentingan.
5.    Sangat menghargai waktu sehingga perlu adanya perencanaan yang matang.
6.    Masyarakat cerderung terbuka terhadap perubahan didaerah tertentu (slum)
7.    Tingkat pertumbuhan penduduknya sangat tinggi
8.    Kontrol sosial antar warga relatif rendah
9.    Kehidupan bersifat non agraris dan menuju kepada spesialisasi keterampilan
10.  Mobilitas sosialnya sangat tinggi karena penduduknya bersifat dinamis,   memamanfaatkan waktu dan kesempatan, kreatif, dan inovatif.

  
TABEL PERBEDAAN MASYARAKAT PEDESAAN DAN MASYARAKAT PERKOTAAN
NO.

ASPEK

MASYARAKAT PERDESAAN


MASYARAKAT PERKOTAAN
1.
Lingkungan dan orientasi terhadap alam

Kenyataan alam sangat menunjang kehidupan

Cenderung bebas dari kenyataan alam

2.
Pekerjaan/ mata pencaharian

Yang menonjol adalah bertani, nelayan, beternak

Beraneka ragam dan terspesialisasi


3.
Ukuran komunitas

Lebih kecil dengan tingkat kepadatan rendah

Lebih besar dan kompleks dengan tingkat kepadatan tinggi

4.
Homogenitas/ heterogenitas

Homogenitas dalam ciri-ciri sosial, kepercayaan, bahasa, adat istiadat.

Heterogenitas dalam ciri-ciri sosial, kebudayaan, pekerjaan, dll.

5.
Pelapisan sosial

Ukuran pada kepemilikan tanah, kepercayaan, bahasa, adat istiadat

Ukuran pada kekayaan materi, tingkat pendidikan, Kesenjangan sosial relatif besar.

6.
Mobilitas Sosial

Relatif kecil karena masyarakat homogen

Relatif besar karena masyarakat heterogen



7.

Interaksi Sosial


Bentuk umum adalah kerjasama konflik sedapat mungkin dihindari, cenderung bersifat informal


Bentuk umum adalah persaingan, karena motif ekonomi, cenderung bersifat formal.

8.
Pengawasan Sosial

Kualitas pribadi tentukan oleh kejujuran, kebangsawanan dan pengalaman

Kualitas pribadi lebih ditentukan oleh sistem hirarki dan birokrasi

9
Pola Kepemimpinan

Kualitas pribadi ditentukan oleh kejujuran, kebangsawanan, dan pengalaman

Kualitas pribadi lebih ditentukan oleh sistem hirarki dan birokrasi

10.
Solidaritas Sosial

Solidaritas sangat tinggi tampak dalam gotong-royong, musyawarah dalam berbagai macam kegiatan

Solidaritas masih berorientasi pada kepentingan tertentu.
  

Bab III
Penutup

3.1 Kesimpulan
Kelompok Sosial adalah sekumpulan orang yang memiliki kesadaran bersama akan keanggotaan dan saling berinteraksi. Bergabung dengan sebuah kelompok adalah suatu pilihan. Namun terdapat dua faktor yang mengarahkan kepada pilihat tersebut yaitu kedekatan dan kesaman. Semakin dekat sesoerang maka mereka semakin sering saling melihat, berbicara, dan bersosialisasi. Jadi, kedekatan fisik merupakan peluang interaksi dan bentuk kegiatan bersama yang menjadi terbentuknya kelompok sosial. Namun tidak hanya itu, kelompok juga terbentuk karena adanya kesamaan antar anggota-anggotanya. Kesamaan artinya, kesamaan minat, kepercayaan, nilai, usia, tingkat intelegensi, atau karakter personal lain.
3.2  Saran
 Sebagai makhluk yang diberi kelebihan oles sang Pencipta, hendaknya kita dapat memanfaatkan sebagik-baiknya anugerah yang diberi oleh-Nya.
            Manusia berbeda dengan makhluk hidup lainnya karena manusia mempunyai akal budi dan kemauan yang kuat.  Dengan  akal budi dan kemauan yang kuat, manusia dapat menjadi makhluk yang lebih dari makhluk lainnya dan Mampu Berinteraksi dengan satu individu dengan individu yang lainnya sehingga tercipta menjadi satu kelompok.




Daftar Pustaka

Anonim. (2014). “Kelompok Sosial”. [Online]. Tersedia : http://id.wikipedia.org/wiki/Kelompok_sosial [07 September 2014]
Mansyur, Cholil. (1980). Sosiologi Masyarakat Kota dan Desa. Surabaya : Usaha Nasional
Saidang, (2007). Sosiologi untuk SMA Kelas X. Solo : CV Hamka MJ
Saidang. (2010). Sosiologi untuk SMA Kelas XI. Solo : CV Hamka MJ
Soekanto, Soerjono (2013). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada


Puisi Untuk Ibu

                                                       Karya Cici Mulyani ( Muol Muol) Pernah merasa sakit saat jatuh  pernah merasa ...